Entri Populer

Senin, 28 Februari 2011

tips mengobati patah hati

Kamu putus sama pacar kamu and badan rasanya lunglai
Seperti juga hati kamu yang hancur berkeping-keping.
Sambil berusaha meyakinkan diri kamu bahwa masih banyak
“someone” else yang lebih keren di dunia ini,
percepatlah proses penyembuhan dengan saran-saran membangun ini.
  1. MENANGISLAH!
  2. Angkat tinju tinggi-tinggi dan sesali diri: “Kok saya?”. Jatuhkan diri ke lantai dan pukullah lantai dengan penuh perasaan: “Masa sih akhirnya hanya begini saja?” Kalau perlu, kamu mengamuk dan sambunglah dengan cucuran air mata sambil menangisi kejamnya perbuatan umat manusia. Kalau kamu nggak bisa nangis, sewa film English Patient biar air mata mengalir deras
  1. BIARKAN KESEDIHAN MELANDA
  2. Kamu boleh berduka cita. Ini lebih baik daripada memendam perasaan. Hanya saja, cobalah untuk tetap bersikap anggun. Jangan keliatan murung di hadapannya. Berakting sedih seperti pemain sinetron tidak ada pengaruhnya bagi orang lain.
  3. CERITAKAN KESEDIHAN KAMU
  4. pada teman dekat atau keluarga. Kalau kamu bilang nggak ada seorang pun yang memahami situasinya, kamu salah besar. Kita semua pernah mengalami trauma putus cinta, jadi kita semua mengerti dan ingin melupakannya. Tapi jangan muntahkan perasaanmu pada semua orang yang kamu temui. Asal tahu saja, banyak orang sering tidak peduli dengan perasaan orang lain.
  5. JANGAN KHAWATIR
  6. jika dia bertingkah seolah-olah berhasil mengangkat 10 ton beban dari pundaknya. Pria membutuhkan waktu lebih lama untuk mengakui dengan terus terang mengenai perasaannya. Cepat atau lambat dia akan memperlihatkannya juga. Untuk sementara, kamu boleh ngerasa senang.
  7. JAUHKAN DIRI KAMU DARINYA
  8. kalau itu membuatmu merasa lega. Asal aja kamu ingat-ingat lagi sulitnya untuk berlagak cuek pada saat kamu lagi butuh.
  9. IKUTLAH LATIHAN KEBUGARAN
  10. Aliran endorfin akan menaikkan semangat kamu dan siapa tahu kecengan cakep yang tersenyum lagi aerobik itu akan melambungkan hati kamu.
  11. MULAILAH UNTUK MEMBACA BUKU
  12. Susahnya kalau kehilangan kekasih adalah hilangnya seseorang untuk dirangkul. Membaca buku bermutu sebelum tidur, ternyata merupakan cara lebih ampuh.
  13. NIKMATI BENDA-BENDA
  14. yang dibenci dia semasa kamu masih bersamanya. Bakarlah minyak aromaterapi dengan bau yang keras, konsultasilah dengan psikolog, masaklah makanan vegetarian atau pakai pakaian yang kamu suka tanpa takut dikritik.
  15. POTONGLAH RAMBUT KAMU
  16. Secara simbolis memotang rambut berarti mengangkat beban dari pundak atau memulai sesuatu yang baru.
  17. GANTI PARFUM KAMU
  18. Kamu nggak memerlukan lagi bau-bauan yang biasanya mengingatkan kembali pada hari-hari yang indah bersamanya.
  19. HABISKAN WAKTU BERSAMA TEMAN-TAMAN
  20. Nikmatilah bergaul seperti masa-masa ABG dulu. Belief it, kamu bakal ngerasa lebih tenang setelah mendengat cerita sedih yang juga dialami teman-teman.
  21. BERSIKAPLAH ASEKSUAL
  22. dan hindari lawan jenis untuk sementara waktu. Cara ini akan melancarkan jalan kamu menuju ketenangan emosi. Tapi kalau kamu nggak bisa melupakan keinginan untuk bermesraan dengan sang mantan, anggap saja itu hal yang biasa. Putus cinta sudah pasti membuat orang lebih rindu. Kalau akhirnya kamu bisa bertemu lagi, bukan pertanda anda kembali menjalin hubungan yang sudah gagal itu.
  23. BERPIKIRLAH SECARA MATANG
  24. Yakinkan diri kamu kalau kejadian itu memang harus terjadi. Percaya pada kemampuan diri sendiri, itulah cara untuk menyembuhkan perasaan. Luapan kegembiraan tidak harus selalu berakhir di pelaminan. Putus cinta memang menyakitkan, tetapi tidak separah perceraian.
  25. BUATLAH DUA DAFTAR BERBEDA
  26. Pada satu daftar, catatlah apa yang bikin kamu nggak bahagia dalam hubungan kalian. Kemudian, pada daftar satunya lagi, tuliskan apa yang kamu harapkan dari sebuah hubungan. Pakailah kedua daftar itu untuk membantu menghilangkan pola pikir negatif anda, yaitu adanya perasaan di tolak oleh si dia.
  27. DENGARKAN
  28. jika teman-teman baik membeberkan kekurangan-kekurangan mantan kamu dan membantu kamu untuk memandang dia lebih realistis. Tetapi jangan teruskan pembicaraan yang bersifat ‘penuh kebencian’.
  29. GANTILAH
  30. barang-barang di tempat tinggal kamu yang mengingatkan kamu padanya. Kalau tinggal berdekatan pindahlah sementara waktu kalau perlu. Singkirkan foto-fotonya. Berhenti mendengarkan lagu-lagu yang pernah kalian senangi. Ciptakan suasana baru dengan membeli CD baru yang nggak ada hubungannya dengan kenangan masa lalu.
  31. GUNAKAN SEMUA KEKUATAN KAMU
  32. untuk mempertahankan keputusanmu. Hati kamu mungkin hancur lebur, tapi akhirnya apa yang tampak seperti kekuatan dari luar akan menjadi jalan keluar untuk penyembuhan di dalam diri kamu.
  33. MANJAKAN DIRI KAMU
  34. Kamu dipaksa berhenti untuk mikirin orang lain. So, kumpulin aja seluruh tenaga itu untuk diri sendiri.
  35. LAWAN RASA TAKUT
  36. Putus secara mendadak seperti dipaksa mengubah kebiasaan dengan tiba-tiba. Biar nggak takut menghadapinya sadari aja kamu mendapat pengalaman baru akibat perubahan itu, yaitu pematangan emosi yang ternyata bisa menguatkan watak.
  37. CARILAH BANTUAN
  38. Meskipun kamu udah berusaha sekuat tenaga dan segala upaya untuk menyembuhkan diri and tetep gagal, cobalah untuk berkonsultasi dengan ahlinya (Psikolog juga boleh!). Beberapa hal yang dapat membantu kamu untuk bangkit lagi, adalah menerima saran obyektif dari seorang teman yang pendengar setia, ngobrol dengan teman-teman dan memusatkan perhatian agar sembuh dari sakit hati & kehilangan.

bunga terakhir

Aku lajukan kecepatan mobil yg kini ku kendarai dalam tengah-tengah kemacetan yg masih menyeruak di ibu kota dengan satu tujuan yang sungguh membuatku pusing tak karuan! Bagaimana tidak? Dengan teganya bunda memaksaku untuk membelikan sebuah bunga lily buat Nela, ya.. Dia memang sedang sakit tp menurutku tak masuk akal jika ia menginginkan bunga lily untuk kesembuhannya,apa maksudnya coba? Apakah masih ada penjual bunga lily di tengah ibu kota yg menurutku sumpek sekali. ** Dalam tengah perjalan akhirnya aku temui seorang penjual bunga, ''terimakasih tuhan..'' batinku. Aku turun dari mobil dan melangkah pada penjual bunga tersebut. ''ada bunga lily?'' tanyaku. ''oh..ada,mau brpa?'' tanyanya balik. ''hmm.. 3 aja!'' jawabku. ''baik,sebentar ya..'' ucapnya dgn lembut. Aku perhatikan dia dgn seksama,oh.. Ternyata dia buta? Pantas tak menatapku dgn pas pada hadapanku. ''ini mas..,terimakasih ya..'' katanya sambil memberikan bunga lily itu padaku, tiba-tiba ponselku berdering! Oh.. Ternyata bunda. ''ya bun? Alan udah beli kok bunga lilynya!'' ucapku. 'cpt kesini! Nela kritis!' ucap bunda dalam telfon, sontak membuatku panik, walau aku tak begitu mencintai Nela, namun dalam hati kecilku aku memendam rasa sayang padanya. Bergegas ku tinggalkan tempat ini dan langsung pergi menuju rumah sakit. ** Setelah tiba di rumah sakit, aku langkahkan kakiku menuju kamar rawat Nela. ''bagaimana Nela?'' tanyaku panik. Bunda masih menangis, seakan pertanda kesedihan dalam benaknya. ''keluarga Anela rahesti?'' ucap dokter. ''ya kami.'' jawc ku dan bunda. ''bisa ke dalam ruang rawat pasien sebentar?'' kata dnkter. Aku bersama bunda memasuki ruang rawat Nela, ''Alan,tante Nia?'' ucap Nela. ''ya sayang?'' tanya bunda. ''maafin Nela ya? Selama ini menyusahkan tante sama alan, Nela sayang sama tante juga alan.'' tutur Nela. ''aku jg sayang sama kamu Nela.''ujarku. Nela tersenyum simpul,darinya kulihat mata sesak menyeruak dari benaknya. ''Alan,terimakasih mau membelikanku bunga lily,suatu saat nanti kamu akan tau alasannya.'' tutur nela kembali. Beberapa detik kemudian,ku lihat sesakan nafas nela, dan akhirnya nela meninggal. Isak tangis bunda mengiringi kepergian nela. ** Pemakaman nela hanya di datangi keluarga besarku, ya.. Nela sesungguhnya yatim piatu. Sesak dadaku melihat semua ini. Batin ku masih bingung, apa maksud nela menyuruhku membelikan bunga lily untuknya,dia kan tidak menyukai bunga lily. Tak sengaja ku lirikan mataku pada sebuah pohon rindang yang jaraknya tak jauh dari tempat pemakaman nela. Gadis itu? Bukankah dia penjual bunga itu? Ada apa dia kemari? Apa hubungan nya dgn nela? Apa sih yang terjad

setetes air langit

Sore itu,mendung terlihat lebih kelabu  dari biasanya.Aku mendengarkan penjelasan guru Les Bahasa Asingku sambil menatap jengkel ke luar jendela.Hujan…Aku benci hujan. Aku benci saat aku harus mendengar gemericik air jatuh dari langit. Rasanya,hujan selalu menyebalkan bagiku.Aku terpejam sesaat,merasakan dinginnya udara. Daun jendela disebelah tempatku duduk sepertinya sengaja dibuka,membiarkan angin dari luar masuk kedalam ruangan yang sebenarnya sudah ber AC. Kembali aku menatap nanar keluar jendela. Ya,hujan memang selalu menyiksaku. Menyiksa dan memaksa otakku memutar lagi kejadian pahit masa lalu.Memaksa dan menyeretku untuk berdiri lagi ditempat dimana aku harus menyaksikan orang yang berharga dalam hidupku lemah tak berdaya.Dimana hujan merenggut dengan paksa adik yang ku sayangi.Sekali lagi,kejadian itu perlahan-lahan berputar dalam ingatanku.Tiba-tiba daun jendela terbanting keras dan bersamaan dengan bunyi gemuruh petir.aku tersadar dari lamunan masa laluku.Bel pulang telah berbunyi,aku segera bangkit dan berjalan keluar kelas. Berusaha meloloskan diri dari jeratan bayangan masa lalu. Di teras,aku terpaku sesaat. Melihat hujan yang sepertinya semakin deras. Aku menghampiri bangku kayu yang sengaja di taruh di teras untuk menunggu. Mataku menerawang jauh.          “Kak..payung Kak?” aku terlonjak kaget. Tiba-tiba seorang gadis kecil berdiri didepanku. Kulihat dia,seluruh tubuhnya basah. Di tangan kanannya terdapat sebuah payung,sedangkan tangan kirinya memegang payung untuk dirinya sendiri.          “Mau payung Kak?” Dia mengulangi pertanyaanya sambil menyodorkan satu payung dari tangan kanannya.Aku menggeleng. “Tidak…terimakasih”Ia melangkah  meninggalkanku. Kupandangi punggung gadis kecil itu yang semakin menjauh berjalan ditengah hujan. Sedikit tersentuh aku melihatnya. Walaupun prihatin,tapi aku kadang-kadang juga sebal dengan pengojek payung yang kebanyakan anak-anak itu. Pasalnya,beberapa dari mereka,menawarkan jasa payung dengan tidak sopan. Menarik-nari baju atau mengejar dan sedikit memaksa.          “Non Rere…” lagi-lagi Aku tersentak. Tak menyadari kehadiran Bang Maman,sopirku.          “Mari pulang Non…” katanya sambil menunduk-nunduk dan menyodorkan payung kearahku.Aku mengangguk. Sambil sedikit berlari kearah mobil.  Sepintas aku melihat gadis kecil tadi berdiri dibawah pohon didepan tempat Lesku. Masih dengan pakaian yang serampangan dan tubuh basah kuyub,namun matanya memancarkan suatu kebahagiaan. Ya,kebahagiaan ditengah hujan.***Aku memilih beristirahat dibawah pohon akasia di taman kota. Ku keluarkan sebotol air mineral dari dalam tasku. Hari ini,sengaja aku berjalan dari sekolah ke rumah. Bukan apa-apa,hanya saja Bang Maman sakit,jadi kubiarkan dia beristirahat di rumah. Selain itu juga karena aku merindukan masa-masa  SD dulu,dimana aku bisa berjalan dari rumah kesekolah sambil menikmati dunia yang dulu tak seperti ini,tak sepenat ini.Kuteguk lagi air dalam botol mineralku.          ‘‘Boleh minta,Kak?”Aku mendongak kearah suara. Gadis kecil itu lagi. ia memandang dengan sorot lembut kearahku. Sesaat aku bingung dengan kelakuannya yang sok akrab. Kusodorkan botol air mineral kepadanya. Segera ia menerima dan meneguknya hingga habis.          ‘‘Maaf Kak,habis” katanya sambil tersenyum.          “gak apa..masih banyak dirumah” kataku.Aku menepuk-nepukkan tanganku di sampingku,menyuruh dia untuk duduk.          “Adek..yang kemaren kan?” ia mengangguk.          “mana payungnya?” kataku sambil tersenyum dan menunjuk langit yang siang ini terlihat cerah.Ia tertawa. “ngojek payung biar gak kepanasan ya Kak..”katanya.Kuperhatikan lagi bajunya,banyak bagian yang sobek dan dijahit dengan asal.Ia menjulurkan tangannya.          “ Eva” katanya memperkenalkan diri sambil tetap menyunggingkan senyumnya yang ternyata sangat manis.          “Renata. Tapi bisa dipanggil,Rere” katakuAku berbincang-bincang dengannya beberapa saat,ternyata dia anak yang cerdas dilihat dari caranya berbicara. Bahkan aku bisa tertawa lepas sambil menimpali gurauan Eva yang membuat perutku sakit. Sesekali kulirik rambutnya yang memanjang itu terhempas seirama tiupan angin dibiarkan terurai begitu saja namun terlihat sangat halus dan natural, rambut yang indah untuk ukuran seorang gadis pengojek payung yang gemar berkutat dengan hujan.Kini aku tau,Dia adalah seorang anak yatim piatu yang sekarang tinggal di sebuah panti asuhan. Ibunya telah lama meninggal saat ia berumur satu tahun,sedangkan ayahnya meninggal dalam kecelakaan tiga tahun lalu.Yang mengenaskan,panti asuhannya terancam tutup,karena banyaknya hutang dan tidak adanya biaya dari pemiliknya. Untuk membantu ibu asuhnya,ia mencari uang dengan mengojek payung. Saat kutanyakan berapa hasil dari mengojek payung,dia menjawab dengan terkekeh,          “ ngojek payung gak bakal bisa bikin kaya Kak..gak tentu juga bisa bikin kenyang. Hasilnya..ya bikin basah..” aku kembali tertawa mendengar perkataanyya.Dilihat dari postur tubuh dan wajahnya,dia kira-kira berusia sembilan tahunan. Sama seperti usia adikku, jika ia masih ada. Karena merasa nyaman bersamanya,aku sepakat bertemu lagi untuk berbincang-bincang lagi dengannya. *** Februari,bulan yang basah. Bulan yang menyebalkan bagiku,namun tidak bagi Eva. Baginya,hujan adalah sebuah anugerah terindah selain hidupnya.Entah kenapa,dia begitu menyukai hujan,terlepas dari profesinya.Aku masih termenung dibawah pohon akasia,ditempat dimana aku bertemu dengan gadis kecil yang ia sebut dirinya sebagai Eva.Kubiarkan rintik-rintik air menerpaku.“Kak…” Eva duduk disampingku sambil menyandarkan punggungnya di pohon. Kupandangi rambutnya yang mulai basah karena rintik hujan. Dia hanya diam sambil terus menatap gerimis. Tiba-tiba ia bangkit,mengambil dua payungnya yang tergeletak ditanah. Satu ia pegang,dan satunya ia berikan kepadaku.Ia menarik lenganku,mengajakku menembus gerimis yang sebentar lagi akan menjadi hujan. Aku masih terdiam ditempatku.” aku tak suka hujan..” katakuIa tersenyum,lalu menarik tanganku lagi. Kali ini aku tak menolak.Eva membawa payung,namun tak menggunakannya.          “ kenapa tak kau pakai payungmu,Eva?” tanyaku.          “ payung ini?? sudah  kadaluarsa kak..” jawabnya sambil menyodorkan payung itu dan tertawa. Aku ikut tertawa mendengarnya. Bisa kulihat jika payung yang ia bawa itu berlubang di beberapa bagian. Bahkan sebenarnya sudah tak layak pakai dengan pegangan yang telah berkarat itu.          “ bagaimana tentang panti asuhan itu?” aku bertanya kepada Eva yang sedang berlari-lari kecil menyusuri trotoar dan sesekali meninggalkanku dibelakangnya.Ia berhenti sejenak,” Entahlah..” jawabnya singkat. Lalu kembali berlari melompati kubangan air.Saat melihatnya,terbesit rasa prihatin dalam hatiku. Hey,bukankah ayahku seorang pengelola panti asuhan juga?? Kenapa aku bisa selupa ini. Mungkin saja aku bisa membantunya untuk pindah ke panti asuhan yang ayah kelola.Hanya saja,ayah begitu sibuk,hampir tak pernah aku mendapatkan waktu bersamanya. Bahkan sekalipun tak pernah ia bercerita mengenai panti asuhan itu,kalau bukan Bang Maman yang cerita,aku juga tak akan tau.Aku berlari meyusul Eva.          “ Bagi kami..hujan itu anugerah…” katanya sambil memandang sendu kearah segerombolan anak-anak yang berlarian ditengah hujan. Dan ketika kuperhatikan,mereka semua adalah pengojek payung.Hatiku seperti tersengat sesuatu yang membuatnya pilu. Entah,kemana saja aku selama ini hingga tak tau kalau ditengah keramaian dan kemewahan ibu kota ini masih ada anak-anak yang seperti itu. Hampir saja air mataku menetes melihatnya.          “ hey kak..jangan salah dulu. Kami semua ini bahagia,kami bahagia saat harus berlarian ditengah hujan. Bahkan suatu anugerah bagi kami..” Eva yang sepertinya tau kesedihanku menepuk bahuku pelan.          “ hujan itu indah bukan Kak? Lantas,kenapa kakak begitu membencinya?”Aku menerawang jauh,kembali mengingat masa lalu yang sebenarnya setengah mati ingin ku buang.“ adikku….Reno,mungkin kalau dia masih ada,ia seusiamu. Laki-laki kecil yang pemberani. Begitu menyukai hujan,seperti kamu yang juga menyukai hujan…” aku tersenyum kecut. Eva memperhatikanku.“ dia,suka sekali berlarian ditengah hujan. Bermain-main saat gerimis datang.. baginya,hujan adalah sebuah kebahagiaan yang jatuh dari langit..”Sejenak terlintas dalam ingatanku,wajah Reno yang begitu ceria saat hujan datang.Aku kembali bercerita,” tapi..hujan juga yang telah merenggutnya dari dunia. Saat dia bermain didepan rumah,hujan yang begitu deras membuatnya jatuh dan terperosok kesungai. Tidak ada yang tau,dan dua hari kemudian mayatnya ditemukan disungai itu..” aku masih menahan air mataku.          “ Bukan hujan Kak..tapi takdir.” Kata Eva.          “Andai kakak tau betapa indahnya hujan..betapa bahagianya kami diantara air yang jatuh dari langit itu” lanjutnya.Sejenak aku berfikir. Mungkin benar apa yang dikatakan gadis keil ini,mungkin juga memang takdirlah yang telah membawa adikku pergi,bukan hujan.Hari itu,untuk pertama kalinya aku tersenyum diantara hujan. **** Sengaja untuk hari ini aku tak menemui Eva. Setelah pulang dari sekolah,aku langsung sibuk dengan payung-payung yang ku beli tadi.Aku bukan ingin berali profesi menjadi seorang pengojek payung,hanya saja ini kupersiapkan untuk gadis kecil dan teman-temannya yang selalu berkutat diantara hujan itu.Tinta lukis yang telah kusiapkan,kini berada ditanganku. Aku mulai melukis diatas payung itu satu persatu. Kebetulan aku sangat suka melukis dan sempat mendapatkan beberapa penghargaan dari bakatku ini.Ada berbagai gambar disana. Kupikir,payung-payung ini akan berguna bagi mereka. Karena kemarin kulihat payung mereka sudah usang.setelah semua selesai kulukis,kusuruh bang Maman memasukkan payung-payung itu ke mobil.Hey,apa kalian tau? Semalam aku merundingkan masalah panti asuhan itu pada ayah,dan ternyata dia setuju menjadi donatur untuk panti asuhan itu.Baiklah,ada dua kejutan disini.Pertama,payung yang kubuat khusus untuk para pahlawan hujan itu,yang tentunya Limited edition.Dan kedua,panti asuhan mereka akan selamat dari kejaran para rentenir gila itu.Aku bersiap untuk segera meluncur ke panti asuhan,setelah menyempatkan diri melirik kaca untuk melihat penampilanku,aku segera menuju mobil dan pergi kesana.          “ udah sampai Non” kata bang Maman sambil melirik kearah bangunan yang cukup tua tapi masih terawat rapi.Ada papan yang bertuliskan “Panti Asuhan Kasih Bunda” di depan pagar besi yang telah berkarat. Aku segera turun dan masuk kehalaman. Kulihat banyak anak kecil yang bermain disana. Mereka sejenak menghentikan aktivitasnya dan melihat kerahku. Aku tersenyum dan mereka membalasnya.          “ kak Rere?” seseorang dari dalam rumah memanggilku,dan setelah ia keluar ternyata itu Eva.Aku tersenyum.          “ apa yang membuat kakak mau datang kesini? “ tanya Eva sambil memperhatikan bungkusan besar yang kubawa.          “ ini..cobalah kau lihat dan kau bagi dengan temanmu” aku menyodorkan bungkusan itu. Ia membuka dan mengintipnya. Lalu mengeluarkannya satu persatu.          “ waahh..bagus sekali kak” ia melihat payung itu takjub.Aku tersneyum puas melihat ekspresinya.          “ siapa Va? “ seorang ibu-ibu setengah baya keluar,mencoba melihat apa yang terjadi.          “ ibu…saya Rere.” Aku memperkenalkan diri.Setelah itu kami berbincang-bincang. Membicarakan masalah panti asuhan yang akan ditutup ini. Kutawarkan bantuanku,ternyata ibu yang bernama Hera itu sangat senang. Ia memelukku erat ambil meneteskan airmata bahagia.          “ sudah ku bilang,hujan itu anugerah kan Kak…” kata Eva sambil menerawang jauh melihat hujan diluar panti. Aku mengangguk          ‘’ hujan yang mempertemukan kita,hujan yang membuat kakak tau bahwa begitu banyak keindahan yang belum kakak mengerti”Aku melihat gadis kecil disampingku itu. Aku kagum juga padanya,seorang anak sembilan tahun yang telah mengerti tentang hidup lebih dari yang kumengerti.Bibirnya melengkung keatas,ia tersenyum. Dan itu manis sekali.          “ hujan yang membawa kakak kemari,dan hujan yang membuat kakak sadar bahwa Reno pergi karena takdir”Aku melihat kagum kearahnya. Kupeluk dia,erat sekali.Dan kini,hujan tersenyum padaku. ----THE END----

menjaga hati

Mi, ayo cepat ikut aku", ajak Tiar tiba-tiba sambil menarik tanganku untuk segera beranjak dari duduk ku. "Kemana?", tanya ku bingung, sambil mulai beranjak untuk berdiri. "Ikut saja", kata Tiar yang terdengar bagaikan perintah di telingaku.
 
Ku ikuti langkah Tiar yang menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. "Ada apa Tiar?", aku pun bertanya karena tak kuat menahan penasaran oleh tingkah aneh sahabatku itu pagi ini. Tiar tak menjawabku, malah langkahnya semakin cepat menuruni anak tangga menuju lantai dasar.
 
Tiar berjalan terus dan akhirnya berhenti di parkiran. Aku masih merasa bingung, dan kembali bertanya kenapa aku diajak ke tempat ini. "Lihat itu!", Tiar berbisik kepada ku sambil menunjuk tangannya ke ke dua orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengan asik. "Memang kenapa dengan mereka?", tanyaku semakin tidak mengerti. "Kamu lihat yang memakai kemeja abu-abu itu, dia Ditho, Mi", jawabnya. "Ditho siapa?", aku semakin tidak mengerti.
 "Pangeranku kembali", terang Tiar yang membuat aku semakin tak mengerti. Ku lihat raut wajah Tiar sangat khusuk memperhatikan laki-laki yang dia sebut pangerannya tersebut sampai akhirnya laki-laki itu menaiki mobilnya dan keluar dari pelataran parkir."Oh, God!", si hitam kumat lagi, dia berhenti tiba-tiba tanpa aku sendiri tahu apa sebabnya. "Bagaimana ini?", gumamku sambil melihat cakrawala sore telah menampakkan sinar kuning keemasannya menuju pekatnya malam. Ku dorong sepeda motorku itu perlahan-lahan menyusuri jalan A.Yani. dan tiba-tiba, "Perlu bantuan?", ku dengar suara yang keluar dari sebuah sedan biru yang menghampiriku.Kucari wajah darimana suara itu berasal, "Ya ampun, Ditho???", tanya ku sambil terbelalak melihatnya wajah pangerannya Tiar di parkiran pagi tadi ada di depanku sekarang.
 
"Kamu kenal aku?", Ditho bertanya heran kepadaku. "Ya, kamu temannya Tiar kan?", jawabku sambil balik melontarkan tanya kepadanya. "Tiar? maksudnya?", kulihat raut bingung yang terpancar dari muka yang cukup tampan itu. Akhirnya, kita sedikit berbincang-bincang, sambil ku lihat Ditho berusaha memperbaiki si hitam. "Kenapa Ditho tidak mengenal Tiar?", gumamku dalam hati menyimpulkan dari perbincangan kami itu.
 
Sampai juga aku di kost-an ku, "Untung saja ada Ditho", gumamku sambil merebahkan tubuhku yang terasa penat di tempat tidur. "Pikiranku kembali melayang ke Tiar, "kenapa Tiar menyebut Ditho pangerannya sedangkan Ditho sendiri tidak tahu siapa dia?", dan pertanyaan itu ternyata menjadi penutup pemikiranku menghantarkan ke dunia bawah sadarku malam itu.
 
"Hello Ladies!!", suara cempreng Tiar memecahkan konsentrasi dari pekerjaanku. "Makan siang dulu yuuk, dah jam dua belas lewat neeh...", ajaknya. "Oke deh, kemana kita?", tanyaku pada sahabatku yang rada centil ini. "Martabak HAR aja yuuk, kangen neeh", jawabnya sambil tertawa-tawa.
 
Akhirnya, sampai juga kami di Rumah Makan Martabak HAR yang berada tepat di depan Masjid Agung Palembang ini. Baunya yang sedap, membuat kami tak sabar menantinya tiba di hadapan kami. Sambil menunggu, kami menghirup teh botol yang telah kami pesan dahulu sambil mengobrol. "Hai Ami!", kami dikejutkan suara laki-laki yang telah ada di depan kami itu. "Boleh gabung?", tanya Ditho sang empunya suara yang di jawab dengan anggukkan pelan kami berdua.
 
"Kenalkan, aku Ditho?", suara Ditho memecahkan keheningan yang terjadi sambil mengulurkan tangannya kepada Tiar. "A..Aku Tiar...", sambut Tiar dengan terbatah-batah. "Tiar?", nada suara Ditho bertanya sambil melirik ke arahku. "Iya Tiar, yang aku ceritakan kemarin", jawabku dengan sedikit bingung dengan situasi yang berlangsung ini.
 
Sambil menikmati Martabak HAR yang telah terhidang, aku memperhatikan gerak-gerik Tiar yang sangat tidak biasa itu. "Kemana tenggelam cerewetnya sahabatku itu?" tanya ku dalam hati.
 
"Mi, kamu kenal Ditho?", tanya Tiar ketika dalam perjalanan pulang ke kantor. Aku kemudian menceritakan kejadian kemarin sore kepada sahabatku itu. "Kenapa Ditho tidak mengenal mu Tiar?", akhirnya aku menanyakan juga pertanyaan yang sudah lama sekali ingin kutanyakan kepada sahabatku itu. Kulihat Tiar hanya tersenyum sambil melihatku mengemudikan baleno putihnya itu.
 
"Aku mengenal Ditho dari kuliah dulu Mi, kita beda fakultas", Tiar akhirnya bersuara setelah beberapa menit kita terhanyut dalam keheningan. "Hubungan kami sangat indah, Mi kita berniat untuk segera bertunangan setelah wisuda. hingga akhirnya ketika saatnya kita diwisuda, aku mendengar kabar kalau Ditho mengalami kecelakaan, dia tak pernah datang di hari wisudanya Mi. Aku langsung menuju rumah sakit setelah acara wisuda-an selesai. Tiga malam aku dan keluarga Ditho menungguinya koma di ruang UGD, sampai akhirnya dokter menyarankan untuk melakukan operasi karena ada pembuluh saraf di kepala Ditho yang ternyata menjadi penyebab koma nya tersebut. Tapi, kita diberi pilihan yang sulit Mi, kata dokter kalau operasi pebuluh saraf tersebut dilakukan, dapat menyebabkan sebagian ingatan Ditho akan terhapus. Tidak ada pilihan Mi, akhirnya kita melakukan apa yang disarankan dokter", jelas Tiar. Kulihat air mata yang menetes di wajah sahabatku itu.
 
Satu minggu kemudian, Ditho akhirnya sadar dari komanya. kami semua senang, tapi ternyata apa yang dokter katakan ternyata terjadi, Ditho tidak mengenali kami. Dia histeris Mi, dia shoke sekali pada saat itu. Kulihat mama hanya bisa menangis melihat keadaan anak laki-laki satu-satunya itu. Satu tahun kemudian dari kejadian itu. Ingatan ditho sudah mulai terbangun. Tapi sayang ternyata kenangan ku dengannya tak ada satupun yang melekat di ingatannya. Walau mama sudah juga berusaha untuk membantu Ditho mengingatku, tapi semuanya nihil Mi. Sampai akhirnya Ditho memutuskan untuk melanjutkan pengobatannya ke Jepang.

nafas hidup ku

Tanpa jalan ku kayuh sepeda usangku tertiup angin lepas naluri kebebasan menuntunku menuju sekolah yang biasa aku lakukan di pagi hari mengantarkan adik kecilku nuni kecil aku memanggilnya dengan berbekal sekantong plastik berisi koran-koran pagi ku pandangi tulisan-tulisan aneh yang membuatku terbayang kata-kata adikku sebelum aku berangkat tadi seakan mengiris hatiku saat adikku bertanya “kakak ini bacanya apa” sembari menunjukkan hasil buah karya tangan mungilnya berupa tulisan aneh ditulis di kertas lusuh dari bekas bungkusan gorengan dagangan ibu,betapa anehnya tulisan ini aku pandangi saja sembari berkata oh iya kamu pintar sekali tanpa tau apa yang di tulisnya tentu aneh saja bagi seorang yang tak pernah mengenyam bangku sekolah sepertiku ini sembari menawarkan daganganku di lampu merah melihat sekelompok anak muda yang saling urak- urakan namun mereka terlihat gembira sekali andai aku seperti mereka sungguh bahagia tapi aku terus bersyukur Allah masih memberiku nafas yang ku hirup sekarang hal itu kekayaan atau apalah bukan urusanku urusanku adalah melawan perut yang kosong ini sembari terus melangkah menawarkan dagangan yang baru sedikit berkurang alhamdulillah walaupun dagangan hari ini Cuma laku sedikit tapi bisa untuk mengganjal perut kami“Andai saja ayah masih ada”batinku lirih berkata mengingat mendiang ayahku yang sudah dua tahun meninggalkan kami untuk selamanya akibat penyakit yang tak kunjung sembuh tapi masa lalu ya masa lalu apalah daya seorang buta huruf dan miskin ini ketika roda hidup tlah berputar maka manusia tak akan bisa menghentikannya hari ini aku di bawah namun suatu saat pasti aku akan ada saatnya di atas sambil ku kayuh sepedaku kembali pulang oh...terimakasih ya Allah engkau telah melimpahkan rezeki untuk kami pada hari ini saat malam yang indah di dekat kebunku ku pandangi indahnya kebun di taman bunga ku ingat tuhan maha adil di saat melihat bunga itu aku jadi iri betapa indah ciptaanmu ya Allah berbeda dengan tempat tinggalku saat ini lalu ku lihat lagi semut- semut yang berjalan di ranting bunga terlindungi oleh daun-daunnya  oh...sungguh mulia engkau ya Allah kini aku tahu...sembari menangis air mataku menetes bersama air hujan yang ikut membasahi tubuhku aku bahagia Allah masih menciptakan ibu dan adikku untuk menemaniku disini hartaku yang paling berharga yang pernah ku miliki.

menunggu pelangi

“Pelangi!! Ayo kesini! Hujannya lumayan deras nihh! Nanti sakit loh!” teriakku sekencang – kencangnya ke arah Pelangi yang dari tadi mengincar air hujan yang berjatuhan. “ Bentar donk! Lagi seru main sama air nih! Lagian kalo disitu nanti kita ga bisa lihat pelangi tau!” balas pelangi dari kejauhan. Aku segera mendatanginya. “ Mana Ngi pelanginya?” tanyaku penasaran dengan kata–katanya barusan. Di situ aku pertama kali melihat pelangi yang indaaahh sekali bersama dengan sahabat setiaku, Pelangi.                          Oh iya. Kenalkan namaku Tito. Aku sudah duduk di bangku kuliah. Semester 4. Aku sangat suka dengan dunia balap. Piala dan penghargaan prestasiku di dunia balap juga ga dikit lho. Cuplikan tadi hanya seberkas cerita kecilku bersama sahabatku Pelangi. Dan itu adalah kali pertama kita melihat pelangi bersama – sama dan akhirnya menjadi hobi kita setiap ada hujan.                          Hari ini, begitu indah untuk seluruh keluargaku. Ayah baru saja pulang dari Amerika. Kenangan indah masa kecilku bersama ayahku kembali lagi di benakku. Tami dan Hugo juga terlihat senang. Terutama si Tami, adikku yang paling kecil sekaligus paling manja dan cerewet ini seakan tak mau lepas dari pelukan ayahku. Mama juga memasakkan makanan kesukaan semua anggota keluarga hari ini.                          Tak lama, rintik – rintik hujan mulai berdatangan. Makin lama makin deras. Ikan – ikan dibelakang rumah membiarkan nuansa hening dan damai dari rintik – rintik hujan menambah volume air di habitat mereka. Tumbuhan – tumbuhan juga membiarkan tetesan air membasahi permukaan daun mereka.     Teringat kembali aku akan si Pelangi. Dia masih satu kampus denganku. Ku angkat telepon genggamku yang ada di atas sofa yang sedang kududuki sekarang ini. Aku mencari nomer telepon dari sahabat tercintaku itu. Setelah kutemukan, kutekan tombol berwarna hijau yang ada di antara beberapa tombol lain. Mulailah suara halus dan lembut menjawab panggilanku. Aku mulai berbincang dengan Pelangi dan mengajaknya pergi bersamaku untuk melihat pelangi di angkasa sebelum hujan reda.                            “ Hayo kak Tito janjian sama kak Pelangi yaaa......” tiba – tiba suara si Hugo menyadarkanku dari serunya pembicaraan dengan Pelangi. Segera kutarik kulit tangannya setelah aku menutup telponku dengan Pelangi. “ Apaan sih kamu itu! Masih SMP jangan ikut – ikutan! Kakak mau pergi sama kak Pelangi dulu. Ntar bilangin ke ayah sama mama oke?” aku bertutur kepada adik laki – lakiku yang rese’ ini. Seraya dia menjawab, “ Pake pajak dong kak!”. Aku tercengang. Si Hugo nyengar – nyengir ga karuan. Oke deh, aku kasih dia uang jajan.                            “ Hai! Udah lama ya? “ sapaku dengan menepuk pundak si Pelangi yang sudah menunggu beberapa menit. “ Eh? Oh, enggak kok. Baru 10 menit.” Jawabnya dengan lembut. “ Oh. Sorry ya udah buat nunggu.“ pintaku dengan penuh harap. “ Nggakpapa To. Santai aja deh.” Jawabnya dengan santai dan tulus. Pelangi langsung menunjuk ke langit yang sedang menurunkan air saat itu. Kami berdua langsung tersenyum bersamaan. Bangku taman yang kami duduki terasa hangat dan nyaman. Huft, seperti dulu lagi. Sangat indah saat ini.                           Sungguh romantis situasinya. Sempurna sekali dengan rencanaku yang sudah beberapa tahun kupendam. Aku merentangkan tanganku ke pundak Pelangi. Pelangi yang terkaget segera memandang wajahku. Dengan lirih aku menanyakan hal yang sangat sulit untuk ditanyakan dan dijawab. “Ngi. Ehm.., Pelangi. L, lo, lo mau ga…” aku berusaha bertanya dan mengeluarkan kata – kata. Pelangi menjawab tanyaku yang belum selesai kuucapkan “Mau apa To? Kalo bantuin lo, gue mau kok.”. “ Ituh, bukan. Bukan bantuin gue. Tapi lo mau ga… jadi.. jadi.. pa..” aku ga bisa mengeluarkan kata – kata dengan sempurna. “Huft.. ayo bicara Tito!” aku berbicara pada diriku sendiri dalam hati.                             Mobil Avanza berwarna silver menghampiri kita. “ Eh To. Ga terasa kita udah lama lho disini. Tuh kakak gue udah jemput. Ngomongnya besok dikampus ya. Oke friend??” seru Pelangi bergegas menghampiri mobil kakaknya. “ Eh, Ow. Oke deh. Bye..” aku menjawab seruan pelangi dengan kecewa karena aku ga bisa mengungkapkan rasa yang sudah lama ingin aku ungkapkan. Apa lagi, dia memanggilku ‘friend’, apa mudah buat aku nembak dia??                         Di kampus, aku memulai pelajaran bersama semua teman – temanku yang menambah ceria hari – hariku. Seperti awalnya, anak – anak GALGOBHIN atau pasnya genknya si Rico, anak terpintar,terbaik, dan tersopan di penjuru kampus sekaligus rivalku untuk mendapatkan Pelangi ini menjawab setiap pertanyaan yang diajukan Pak Fardi yang adalah sang Master dari Matematika.                          Istirahat, aku menemui Pelangi duduk bersama Chika dan Tiwi di kantin. Aku meminta izin pada Chika dan Tiwi untuk berbicara sedikit dengan Pelangi. Dan aku diizinkan. Aku menarik tangan Pelangi ke depan pintu kantin.                              Dag dig dug makin terasa. Makin keras, keras, dan terasa jantung ini akan pecah. Mengapa? Karena aku berhasil dengan lancar menembak Pelangi. Sekarang aku tinggal menunggu jawaban. Kutatap matanya, ia juga menatap mataku. Dan jawaban apa yang kudapat? “Ehm, gimana yah? Oke deh. Tapi kita harus serius dan ga main-main oke?” Jelas saja kubalas “PASTI!!!”.                              Diriku serasa melayang bebas ke udara. Lalu kutemui bidadari di sana. Aku berdansa dengannya dengan disaksikan oleh keluarga dan sobat-sobatku disana. Siapa lagi bidadarinya kalau bukan Pelangi? Kita jadi sering banget jalan berdua. Dan sering juga melihat pelangi bersama-sama.                              Setelah gossip jadiannya aku sama Pelangi tersebar, Rico and friends mendatangi aku. Aduh, dia pasti bakal ngelabrak aku habis – habisan nih. Aku bergegas pergi dari dudukku. Tapi anak buah Rico menarik tas hitamku. Aku jatuh ke lantai dan merasa ketakutan sekali. Apalagi Dido dan Rahman yang bergabung di genk itu adalah juara boxing antar kampus. Keringat dingin bercucur dari dahiku hingga ujung dagu. Perlahan – lahan Rico menjulurkan tangannya. Aku memejamkan mata dengan kuat dan berusaha melindungi kepalaku dengan lenganku. Tapi apa? “ Slamet ya. Ternyata lo yang ngedapetin Pelangi duluan” Itu yang Rico ucapakan. Hah? Bener? Waw. Aku ga nyangka banget ada orang yang baik sampe kaya gitu. Makin seneng deh.                               Besoknya, aku berangkat ke kampus kaya biasa. Naik sepeda motor sama boncengin Pelangi. Pelangi juga memberiku gantungan kunci benang berwarna – warni mulai dari merah dan berurut sampai ungu. Ditengahnya terdapat plastik bertuliskan ‘Rainbow’ dan sekarang kugunakan untuk menghias kunci sepeda motorku.                               Pulangnya aku dikabarkan dengan kabar yang sangat tidak menggembirakanku. Ayahku masuk rumah sakit! Mengapa? Aku juga ga  tau. Intinya, mama meneleponku dan memberitahu kalau ayah masuk rumah sakit. Segera kulajukan dengan cepat Sportbikes menuju rumah sakit.                               Aku melihat mama, Tami dan Hugo terduduk lemas di ruang tunggu. Aku segera menghampiri mama. “ Mama! Gimana ayah?!” bermuka pucat mama menjawab, “Ayahmu kumat lagi To. Padahal sudah lama penyakit ayah tidak muncul.”                                Aku terduduk lesu ke kursi di sebelah adikku Tami. Tami memandangi wajahku dengan raut wajahnya yang pucat dan berusaha menahan tangis. Aku mempersilahkan untuk meletakkan kepalanya di dadaku. Kupeluk erat badan mungilnya. Dengan isak tangis keluargaku benar -  benar dipenuhi haru hari ini,                               Otakku berjalan lambat ke belakang dan membiarkan kotak di pojok otakku memutar kembali memori kita sekeluarga. Aku teringat beberapa minggu lalu saat ayah baru pulang dari Amerika. Keluargaku benar – benar senang dan bahagia. Hingga kutemui Pelangi dan kutembak dia. Saat ayah memberikan oleh – olehnya pada kami. Dan saat Hugo menggangguku ketika bertelepon dengan Pelangi. Oh betapa berbeda sekali dengan hari ini.                                “Tito!!” panggil mama dan menyadarkan lamunanku akan memori beberapa minggu lalu. Mama memberi kertas berisi biaya yang harus dibayar untuk perawatan ayah. “ Segini banyak, Ma?” aku bertanya heran pada mama. Mama menganggukkan kepalanya pertanda kata – kata “ IYA”                            Gimana cara mendapatkan uang sebanyak ini? Aduh… Pikiranku lebih kacau dan makin stress ketika Pelangi berkata ia akan pergi ke Australia. Ya ampun! Apa ada lagi cobaan yang akan menerkamku setelah ini? Ah! Terpaksa aku harus merelakan kepergian Pelangi ke Australia. Tapi kali ini lebih haru lagi yang kurasakan. Hatiku seakan dicabik – cabik. Aku berharap Pelangi bisa mengingatku di sana. Kuharap Pelangi juga akan menepati dan tidak mengingkari belasan janjinya padaku. Baiklah, aku masih punya gantungan kunci dari Pelangi. Aku harus memikirkan caraku mendapatkan uang untuk perawatan ayah. Tapi dimana?                                 Oh iya! Ada Paman Heru! Paman yang paling berjasa di dunia balapku. Aku pergi ke rumah Paman Heru saat itu juga. Aku lihat Paman Heru sedang bersantai di depan rumahnya sambil minum kopi. Aku menyapanya dan mulai berbincang beberapa lama.     “Kamu butuh uang berapa To?” Paman Heru bertanya sambil bersiap mengambil dompet kulit dari saku celananya. “Segini Paman” aku memberikan kertas yang diberikan mama saat di rumah sakit. “ Wah. Banyak nih To. Oke paman mau kasih. Tapi Cuma bisa seperempatnya aja. Sisanya cari sendiri oke?” sahut paman. “Oke deh paman.” Balasku sedikit kecewa. Paman Heru mengeluarkan hampir seluruh isi dompetnya. Ku raih uang itu. Aku mengucapkan terimakasih.                                 “ Ehm, paman. Cari sisanya dimana yah? Maaf ya paman kalo ngrepotin..” “ Aduh dimana ya? Paman Heru udah jarang banget ketemu event – event balap.” Jawab Paman Heru. “ Bener nih Paman? Ngga ada sama sekali?”  tanyaku sekali lagi untuk meyakinkan. “ Ada sih satu. Paman kemarin ketemu satu event. Hadiahnya lumayan gede juga” jawab paman sekali lagi. “Ya udah aku ikut.” Jawabku tanpa pikir panjang. “Tapi yang ngadain Komunitas Bali.” Ujar Paman. “Hah? Bali? Balap Liar paman?” tanyaku dengan  heran. “Iya. Kamu tau kan konsekuensinya?” “Emmmm, oke deh gapapa. Pokoknya ayah sembuh.”                              Setelah kubicarakan hal ini dengan mama, Tami dan Hugo, tak ada yang menyetujui kesepakatanku kecuali Hugo. Hanya dia yang menyemangatiku saat itu. “ Udah To. Kalo ada barang yang bisa dijual, biar mama jual daripada kamu ikut balapan kaya gitu.” Mama melarangku. “ Iya kak. Biar nanti Tami jual gorengan atau apa gitu buat bayar biayanya ayah. Daripada kakak nanti kenapa – napa.” Tami yang masih di bangku SD itu juga berusaha melarang. Tapi keputusanku udah bulat. Aku akan tetap mengikuti balap ini.                             Hari yang kutunggu akhirnya tiba. Sudah siap aku di atas motor balapku ini. Tak lupa ada gantungan kunci dari Pelangi yang menemaniku. Para cewek – cewek di depanku menarik bendera hitam putih di tangan mereka. Segera melaju kami semua. Urutan pertama ada rivalku si Joe. Tapi aku berusaha menyalipnya. Beberapa lap sudah kulewati. Tinggal satu lap lagi. Aku masih di urutan dua. Joe mengencangkan lagi gasnya. Aku juga tak mau kalah. Aku tancap gasku. Kini jarakku dengan Joe hanya beberapa cm! Kutancap lagi gasku! Garis finish sudah ada di depanku. Mataku mulai jeli memainkan trik. Kutancap gas hingga aku berada di depan Joe. Kuhalangi laju motor Joe dengan zig zag. Tinggal sedikit lagi.. Ya, ya, ya.. YESSS!!! Aku berhasil mencapai urutan pertama di garis finish.     Paman Heru berteriak menyemangatiku dari jauh. Para penonton menyoraki dan memberi tepuk tangan untukku. Sangat haru sekali. Sangat memuaskan. Tapi, polisi! Polisi! Polisi! Penonton berlarian kesana kemari. Para pembalap lain melaju kencang tak berarah. Paman Heru berteriak padaku “Tito!!!! Ayo pergi!!!! Paman ga mau kamu ditangkap polisi!!!” “Lhoh kenapa paman???!!!!! Aku kan belum dapat hadiahnya!!!!” teriakku membalas paman Heru. “Tito ini Balap Liar!!!!! Kamu lupa ya????!!!!!!”                                 Jregg. Oh iya!! Aku baru teringat. Kutancap gasku. Aku melaju tanpa arah. Tak kusangka segerombolan cewek centil berlari dengan histeris di depanku. Aku rem motorku dengan sangat mendadak dan dengan kecepatan yang melebihi normalnya. Keseimbanganku goyah. Aku terjatuh dari motorku!                                 Kaki kiriku tertindih body motorku. Sebelum kubebaskan kaki kiriku, kuraih dulu gantungan kunci dari Pelangi. Sedikit lagi…, yah! Aku berhasil membebaskan kakiku! Gantungan kunci dari Pelangi juga sudah kukantongi.                                   Belum aku berdiri dari jatuhku, seorang pembalap dengan motor besarnya segera melindas kedua kakiku dengan kecepatan tinggi. Sakit sekali! Aku mengerang kesakitan. Benar – benar sakit. Lebih sakit daripada hatiku yang tercabik saat Pelangi pergi. Paman Heru datang menghampiriku. Belum sempat aku mendengar Paman Heru berbicara, pandangankupun gelap. Apa ini? Aku sudah mati? Oh aku sudah mati ya. Ternyata  aku sudah mati.                                  Perlahan – lahan aku membuka mataku. Rasanya sudah lama sekali aku tidur. Tapi ada mama di depanku. Tami dan Hugo juga ada. Baunya sama persis ketika aku melihat ayah yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Oh? Aku sedang ada di rumah sakit?                              Aku bangun dari tidurku. Kulihat anggota badanku. Ada yang hilang!! Kakiku!! Mana?? Dimana kedua kakiku? Tertanya peristiwa itu membuat aku kehilangan kedua kakiku. Harusnya aku menuruti nasehat mama dan Tami. Pasti tidak akan seperti ini jadinya. Ah! Tapi nasi telah menjadi bubur. Apa daya??                            “Kak, waktu kakak koma, kak Pelangi dating kesini lho.” Kata Tami saat aku berbaring di ranjang tidur. “ Oh ya? Terus terus? Kak Pelangi bilang apa aja?” tanyaku penasaran dan langsung bangkit dari tidurku. “Enggak bilang apa – apa. Cuma kesini pegang tangan kak Tito terus pulang.” Jelas Tami. “Cuma gitu? Dia ga nitip apa – apa?” aku heran. “ Emm, enggak kok.” Jawab Tami ragu. “oh. Ya udah deh”.                            Siang itu hujan turun. Aku sangat ingat pada Pelangi. Soalnya dia pernah buat janji tiap ada hujan turun dia akan balik buat liat pelangi sama – sama. Dengan bantuan dorongan Hugo, aku menelusuri lorong rumah sakit hingga ke lobby dengan kursi roda. Kutunggu terus hingga Hugo tertidur di atas sofa. Tapi hingga larut ia tak juga datang.                             Namun aku sangat menyesal menunggunya sejak aku melihat surat yang terletak di atas meja. Andai saja waktu Tami bercerita padaku, aku tau kalau di tangannya ada surat dari Pelangi. Surat itu berisi :  “Buat Tito sahabat gue sekaligus pacar gue yang paling  gue sayang. To, gue minta maaf. Gue ga bisa balik lagi buat liat pelangi sama – sama lagi kaya dulu. Soalnya di sini gue udah ketemu ama cowok yang gue pikir bisa dampingin hidup gue. Tolong titip gantungan kuncinya ya. Rawat yang baik oke?”       Itupun belum semua. Yang paling membuat aku menyesal menunggunya semalaman adalah kalimat terakhir dari suratnya. Yaitu: “Gue ga bisa hidup sama orang cacat kaya lo”                            Kini kusadari, pelangi hanya terbentuk dari pembiasan yang tidak nyata. Namun bisa membuat satu cahaya putih menjadi bermacam – macam warna. Tetapi pelangi hanya sementara dan bila tak ada air dan cahaya pelangi hanya akan mengingkari janjinya untuk menyinari dunia.      Sama seperti si Pelangi. Pelangi memiliki ciri – ciri yang kuimpikan namun tidak nyata di hatinya. Ia bisa membuat hidupku berwarna dan ceria. Tapi hiburan itu hanya sementara untukku dan bila tidak ada diriku yang utuh seperti dulu, ia mengingkari janjinya dan berpaling.
Populerkan, simpan atau kirim cerpen ini : 


belaian bunda yang aku rindukan

Aku duduk termenung ditengah keramaian kota. Hanya memandangi kendaraan yang berlalu lalang, duduk di bawah kerlipan bintang. Hanya ditemani boneka mickyku yang sudah usang dan kotor karena debu dan tanah. Selama ini hanya boneka mickyku yang setia menemaniku di pinggiran jalan,dia rela usang dan kotor hanya demi aku. Malam ini, dia masih setia menemaniku di daerah kumuh. Aku masih memandangi langit, tampak bintang berkelipan meramaikan suasana malam yang cerah ini. Aku terisak mengingat kenangan indah saat bersama bunda.“ bunda, apakah kau lihat anakmu yang kumuh ini, rambut usang yang tak pernah kau sisir lagi. Kulit hitam yang tak pernah tersentuh lagi oleh perawatanmu. Aku yang sekarang bodoh karena tak pernah mendapat ilmu. Aku rindu bunda. Aku rindu saat bunda belai aku,saat bunda dongengkan aku sebelum tidur,saat bunda sayangi aku. Kini anakmu yang malang ini merana karena dera kehidupan yang kejam.”Bintang-bintang yang berkelip seketika redup. Mungkin mereka ikut merasakan pahitnya hidupku ini. Mungkin juga mereka ikut menangis menahan sesaknya hidup yang kejam ini. Sungguh aku rindu bunda.                                                          Angin berhembus pelan,menggoyangkan khorden kamarku. Malam ini terasa begitu indah. Bunda kembali mendongengkan seribu ceritanya sebelum aku tertidur. Belaian lembut tangannya menyentuh ujung rambutku. Kecupan manjanya menyentuh keningku. Aku masih mendengarnya penuh seksama.“ seorang putri yang cantik jelita kini tumbuh dewasa. Putri yang baik, putri yang santun dan dermawan . putri yang selalu sabar dengan musibah yang  menimpanya. Putri yang tidak pernah sombong dengan kehidupannya yang sempurna.”“ andini ingin seperti putri dalam dongeng ini bunda.”“ andini ingin seperti putri dalam dongeng ini?”“ iya. Andini ingin hidup bahagia seperti putri dongeng ini. Putri yang tak pernah sombong.”“ asal kamu tahu sayang,” bunda membelai lembut rambutku” putri dalam dongeng ini adalah kamu sayang. Kelak kamu akan hidup bahagia.”Malam ini benar-benar indah saat bersamanya. Malam penuh kasih sayang. Akupun terlelap dalam pangkuan dan belaian lembutnya.                                           Pagi ini cerah sekali. Secerah wajahku yang cantik. Aku menyiapkan segala perlengkapan sekolahku, bunda masih sibuk mengurus ayah. “ ah, ayah sudah besar kenapa harus bunda yang memakaikan dasi untuk ayah?’“ ye. Andini iri ya sama ayah?”“ engak ah.”Bunda hanya tersenyum tipis melihat aku yang ngotot mempertahankan prinsipku.“bunda, andin berangkat dulu yah” aku mencium tangan dan kening bunda. Ini ritualku sebelum berangkat sekolah.Ayahpun ikut mengecup kening bunda bahkan bundapun juga mencium tangan ayah.Aku tak tahu apa maksud itu. Mungkin karena aku masih terlalu kecil untuk mengerti semua urusan orang dewasa.Aku berlari meninggalkannya. Ayah selalu mengatntarkanku ke sekolah sesibuk apapun itu.  Melihat sekeliling jalan, tampak anak-anak jalanan yang usang dan kotor berdiri dipinggirin jalan meminta-minta. Sungguh kasihan aku melihatnya.“ayah, andin tak ingin seperti mereka yang mengemis.”Ayah hanya tersenyum tipis mendengar aduanku. Dibelainya lembut kepalaku yang berbalut kerudung biru muda. “selagi ALLAH masih menyayangi andin itu tak akan terjadi sayang, dan selagi ayah sama bunda bersamamu.”Aku tersenyum lebar ke arahnya“berarti jika ALLAH tak lagi sayang andin, ALLAH akan menelantarkan andin begitu saja yah?”Ayah kembali tersenyum, menggeleng.“ ALLAH MAHA Pengasih andin, ALLAH tak mungkin menyengsarakan hambaNYA.”Aku menganguk, itu tanda aku memahami semuanya.“ belajar yang rajin sayang. Nanti ayah jemput setelah ayah selesai kerja.” Di kecupnya keningku penuh kasih sayang.Aku lambaikan tanganku kearahnya. Aku benar-benar menyayangi mereka.                                                     Siang itu perasaanku kacau, entah mengapa butiran bening ini tiba-tiba membasahi pipiku. Benar-benar peristiwa yang tidak pernah aku inginkan. Bunda jatuh sakit dan sekarang koma.Aku kembali terisak melihat tubuh bunda yang terkulai lemas di atas ranjang rumah sakit. Aku tak ingin melihatnya sakit. Wajahnya pucat sekali, dan baru kali ini aku merasa sedih karena bunda. Aku sayang bunda dan aku ingin selalu menemani bunda disini tak ingin meninggalkannya sendiri dalam kesakitan dan kesedihannya.  Karena selama ini bunda tak pernah meninggalkanku bunda selalu menyayangiku. “bunda, andin rindu bunda. Andin kangen belaian dan kecupan kasih sayang bunda. Andin kangen dongeng bunda yang setiap malam bunda lakukan sebelum andin tidur. Bunda ayolah bangun, andin tidak bisa melihat bunda seperti ini terus.”Aku kembali terisak. Ayah menenagkan aku, dan mengajakku pulang ke rumah.“ andin sayang, kita pulang yuk. Kan dari kemarin andin sudah jagain bunda jadi sekarang andin istirahat saja di rumah, biar andin  tidak sakit.”Namun aku menggelengkan kepala. Tak ingin jauh dari bunda. Ayah tetap membujukku agar aku istirahat di rumah.“andin sayang, andin berdo’a saja sama ALLAH, meminta kesembuhan untuk bunda. Andin sayang bundakan??”Aku hanya mengangguk pelan, kali ini aku dengar perkataan ayah. Menuruti untuk pulang kerumah.“ ayah yang akan jaga bunda di sini,nanti kalau bunda sudah sadar ayah kasih tahu andin.Sekarang andin pulang yah. Jangan lupa makan sama istirahat yang cukup.Aku hanya mengangguk. Melangkah meninggalkan bunda. Hanya bisa bicara dengan batinku sendiri,terasa sesak. Sesampai dirumah aku rebahkan badanku diatas ranjang yang penuh kenagan dengan bunda.Hari-hariku semakin muram dengan kesedihan. Sudah hampir satu bulan bunda tak kunjung sadar. Aku rutin menemaninya di rumah sakit setelah pulang sekolah. Ayah juga mengambil cuti untuk selalu menjaga bunda. Aku benar-benar rindu dengannya. Kapan aku bisa bersua denganngya lagi?.Bahkan ketika umurku menginjak Sembilan tahun, bunda masih tak sadarkan diri. Seharusnya waktu itu aku bahagia merayakannya dengan ayah dan bunda, tetapi justru sebaliknya. Ayah hanya memberikanku sebuah buku yang menarik. pagi itu aku hanya bisa menatapnya kelu. Bunda tak bisa apa-apa sekarang. Hanya terdiam mugkin menahan sakit yang sangat sakit untuk dirasakan. “bunda andin benar-benar rindu bunda. Kapan bunda sembuh? Padahal setiap kali andin berdo’a untuk kesembuhan bunda pada ALLAH.” Aku kembali terisak, ayah menatapku dengan tatapan kosong mungkin sedih juga melihat aku yang selalu berharap bunda sembuh.Tiba-tiba, jari bunda bergerak pelan, aku terdiam melihat keajaiban itu.“ayah, lihat jari bunda bergerak, apakah itu tandanya bunda sadarkan diri?”Ayah bergegas memanggil dokter. Ini benar-benar keajaiban untuk bunda. “bunda ini andin, andin kangen bunda.”Bunda membelai lembut wajahku, mungkin ingin menyapaku setelah satu bulan tak bersua. Aku pegang erat tangannya yang semakin keriput dan tak berdaging itu. Tersenyum lebar untuk menyambutnya. Ayah ikut bahagia melihatnya“an,,,,,,din,,” dengan terbata-bata bunda memanggil namaku“ iya bunda, apa yang hendak bunda katakan?’“bun,,,d,a s,,,ayang and,,in”Aku menagis melihat perjuagan bunda untuk mengucapkan kata-kata untukku.“andin juga sayang bunda, nanti kalau bunda sudah sembuh, andin akan cerita banyak sama bunda. Andin janji deh.”“ an,,din jangan nakal ya sayang, patuhi ayah, sayangi ayah. Andin akan menjadi anak yang baik suatu saat nanti.”Aku tak mengerti maksud perkataan bunda barusan, pertanda apakah itu?“ ayah, jaga anak kita ya ayah. Bunda selalu cinta ayah. Maafkan semua kesalahan bunda selama ini.”“bunda. Bunda harus kuat. Ayah juga cinta bunda. Ayah akan menjaga dan menyayangi anak kita bun. Tapi bunda janji, bunda harus kembali lagi ke rumah.”Belum sempat aku bicara banyak dengan bunda, nafas terakhir sudah berhembus pelan.“la’ila,,,,haillallah….”“bunda….!!!!!!!!”Aku menagis. Bunda yang aku sayangi kini telah tiada. Telah meninggalkan aku dan ayah sendiri untuk selamanya. Ayah mendekap erat tubuhku mungkin ingin menguatkan hatiku.Namu ini terasa begitu menyakitkan. Umurku baru menginjak Sembilan tahun dan aku kini tak lagi mempunyai bunda yang akan menyayangiku lagi, tak akan ada lagi belaian lembut itu tak akan ada lagi kecupan kasih sayang itu dan tak akan ada lagi dongeng sebelum tidur. Aku benar-benar kehilangan bunda. Siang ini jenazah bunda dimakamkan, aku masih belum bisa menerima kenyataan hidup yang begitu pahit dan kejam ini. Siapa yang akan menyayangiku lagi kalau bunda sudah tak ada? Tak kuasa melihat bunda dikuburkan. Dengan siapakah bunda disana?                                                   Aku terperanjat ketika menyadari bahwa semua itu hanya mimpi masa lalu. Aku kembali meneteskan air mata untuk kesekian kalinya. “ bunda lihatlah aku, aku yang kumuh. Aku tidak bisa menjadi putri dalam dongengmu itu. Aku tak cantik sesuai ceritamu. Ayahpun tak lagi sayangiku bunda. Bahkan ayah tak peduli kemanapun aku pergi. Selama aku diusir dari rumah oleh ibu tiriku ayah tak pernah mencari aku. Bunda apakah dengar aduanku, kini aku hanya bisa tidur beralaskan kardus dan beratapkan langit. Makan yang takbergizi dan secukupnya. Bahkan aku pernah berfikir aku akan mati kelaparan. Aku kini benar-benar merasakan pahitnya hidup. Padahal dulu aku tidak mengharapkan untuk hidup seperti ini. Bunda,aku rindu bunda  aku sayang bunda. Kini usiaku menginjak duabelas tahun dan sudah satu tahun ini aku tinggal dijalanan. Bunda apakah ALLAH membenciku? Aku masih teringat saat aku mengadu pada ayah tentang mereka anak jalanan, dan kata ayah, aku tidak akan seperti mereka selagi ayah dan bunda di samping andin dan selagi ALLAH masih menyayangi andin. Berarti ALLAH sekarang membenciku bunda?Bunda aku mengharapkan bunda masih bisa hadir mengisi kesedihan dan kesepian andin. Andin kan janji akan cerita banyak pada bunda.”Air mata ini mengalir semakin deras bak air yang mengalir begitu saja. Aku putuskan hari ini untuk menjenguk makam bunda dan membersihkannya. Sudah tiga tahun ini aku tak berkunjung menjenguknya. Aku benar-benar gadis yang malang. Apakah ayah sudah lupa dengan diriku? Apakah ayah tak lagi sayangi aku?. Aku tak berani masuk ke dalam, hanya memandangi dari luar. Takut jika ibu galak itu mencekik leherku. Dalam hitungan detik, mobil ayah melintas di depanku mungkin ayah benar-benar sudah tak mengenaliku lagi. Hanya memberi uang lima ribuan lantas terburu pergi. Terasa begitu sakit hati ini. “ ayah ini anakmu, aku datang kesini bukan untuk mengemis padamu. Tapi karena aku rindu kamu ayah. Aku anakmu yang dulu kau ajari segalanya. Apakah kau lupa?”Aku terduduk lemas di pintu gerbang hanya bisa melihatnya dari jauh.  Sakit ayah. Perih. Kau hina anakmu sendiri di depan wanita tua jelek itu. Kau juga sudah menghianati janji bunda untuk selalu merawat dan menyayangiku. Mana janji itu ayah?Semua berlalu begitu saja. Aku sendiri dalam kesedihan tak ada yang peduli. Mungkin bunda menagis menyaksikan aku hidup dalam kesengsaraan. Bunda jemputlah aku agar aku bisa selalu dalam kasih sayangmu.

malaikat ku

Ata menatap langit senja untuk kesekian kalinya.Entah kenapa hatinya selalu sedih dan juga tersenyumMelihat matahari dengan perlahan menutup dirinya.Tak terasa air matanya untuk kesekian kalinya turun ke pipinya yang putih.Hari ini dia seperti biasa pulang sekolah,dan seperti biasa juga ayah dan Ibunya bertengkar,tapi kali ini berbeda,ayah dan bunya memutuskan  untuk bercerai.Bagaimana akan hidupnya nanti?Bagaimana nasib adiknya yang masih kecil nanti? “menangis lagi huh?” dengan berat hati Ata menolehkan kepalanya ke arah sampingnya.‘Lagi lagi dia..’ keluhnya dalam hati.“kesini lagi huh?” Tanya balik Ata tanpa menjawab pertanyaan cewek tersebut.“ini public place,terserah ku” jawab gadis manis itu dengan tersenyum di wajahnya.“oh oke..” Ata kembali diam dan menatap langit lagi. “kau kenapa?kita sudah bertemu sebanyak lima kali,kau mungkin bisa mempercayaiku untuk menceritakan kehidupanmu”Ata hanya tertawa renyah.“bahkan aku saja belum mengenal namamu..”“oh jadi kau akan bercerita jika mengetahui namaku?Aku Angelica,tapi aku lebih suka di panggil Angel” kata cewek yang mengklaim dirinya bernama 'Angel'“Renata” jawab Ata singkat“oke ceritakan masalahmu,mungkin aku bisa membantu” kata Angel riangAta menggigit bibir bawahnya,berfikir apakah akan ada resikonya jika bercerita dengan Angel?“ayah dan ibuku ku akan bercerai” kata Ata sangat pelan sehingga seperti berbisik.“kenapa kau tidak membaritahu Ibu mu akan resikonya kalau dia bercerai?”“aku terlalu takut,ayah akan marah ketika aku berbicara saat mereka bertengkar”Angel hanya tersenyum kemudian menyentuh pundak Ata perlahan.“ketika kedua orang tua bertengkar,mereka akan membutuhkan saran sang anak,ketika mereka bercerai,mereka akan meminta pendapat sang anak,karena pada dasarnya sang anak akan terlibat dan akan di rugikan ketika mereka bercerai”.Ata kemudian kembali mengeluarkan bulir bulir air matanya.Angel hanya menyeka air mata Ata dengan telunjuknya dan bangkit dari duduknya. “tunggu,apa kau mau pergi?”Angel hanya tersenyum dan mengangguk“di mana rumahmu?”“kau tahu rumah temanmu Trisha?rumahku di sebelah rumahnya”Angel kemudian berjalan ke arah pepohonan dan pergi seperti menghilang di telan angin.Taman itu menjadi hening kembali. Ata memasuki kelas yang hanya baru beberapa orang anak.“hei Trisha” Ata menegur Trisha yang asik mengerjakan pr nya.“hei,kau kenapa?kurang tidur?matamu bengkak”“heeh..seperti biasa,orang tuaku kembali bertengkar” Ata hanya berkata seperti itu dia tidak akan berkata bahwa Ibu dan ayah nya akan bercerai.Terlalu sulit. “oh aku turut sedih,kau yang sabar ya?” Trisha mengelus pundak Ata dengan pelan,membuat hati Ata sedikit tenang“pagi!” sapa seseorang di depan pintu dan masuk dengan langkah berirama.“pagi” sapa Trisha dan Ata bersamaan.“kau kenapa?” Kanya menunjuk mata Ata.Ata hanya tersenyum simpul.“kau tahu lah,orang tuaku seperti biasa”Dan Kanya hanya menganggukan kepalanya“ah Trisha,kau kenal dengan orang di sebelah rumahmu?” Ata kembali mengingat Angel.“ne,,umm seingatku sih orang nya sudah pindah dari lama,karena anak nya meninggal”Jawab Trisha yang membuat Ata menelan ludahnya.“yakin?” Trisha hanya mengangguk dan melanjutkan pr nya.“lalu yang kutemui siapa?”“hah?” Kanya yang mendengar segera memasang kupingnya untuk mendengar."kemarin aku,,ah tidak bukan hanya kemarin,sejak lima hari yang lalu aku bertemu dengan perempuan yang selalu mengajakku mengobrol,dan dia bilang kalau rumahnya di sebelah rumah Trisha"Kata Ata panjang lebar. Kanya hanya mengangguk tanda mengerti"kalau begitu kita ke sana saja nanti" usul Kanya. Mereka berjalan dalam diam.Ketika mereka sampai di sana,seperti kata Trisha,tidak ada siapa siapa di rumah itu.hanya keheningan yang terdengar."Terus siapa dong yang aku temui?" Ata mulai merasakan keringat dingin muncul di sela sela pori pori kulitnya.Dia melihat kesamping kiri rumah Trisha,warung,samping kanannya ya rumah kosong itu.Masa yang dia temuin setan?!"ayo ah pulang,paling kamu ketemu sama arwahnya anak itu kali" cetus Kanya menarik tangan Ata yang masih melamun. Ata menyentuh kenop pintu dengan tangan yang berkeringat.Seperti saran Angel,dia juga harus ikut bersuara soal perceraian kedua orang tuanya.Dia memutar kenop dengan perlahan,suara ribut sudah terdengar samar-samar dari luar tempat Ata berdiri."Assalamualaikum". Ata duduk kembali di taman sepi itu.Andai kan dia nanti bertemu Angel atau arwahnya juga boleh,dia menanti dengan perasaan lebih ringan  daripada kemarin saat orang tuanya memutuskan untuk bercerai."hai,kau terlihat bersinar,kenapa?" kali ini Ata sudah hafal suara pelan itu dan menolehkan kepalanya dengan bersemangat."hai Angel!" seru Ata."biar kutebak,kau mengikuti saranku?" Ata mengangguk."dan orang tuamu tidak jadi bercerai?" Kali ini Ata sangat bersemangat mengatakan "ya!" Angel tersenyum."em..maaf apa kau.." Ata akan menanyakan soal Angel dan statusnya yang masih hidup atau tidak."ya aku tahu,dan hari ini adalah hari terakhir aku di dunia ini,maaf ya Renata membohongi dirimu" Ata menggelengkan kepalanya dengan cepat."tidak!Kau tidak salah..Lagipula aku senang bisa melihat arwah hehe" Ata tertawa pelan.Angel hanya tersenyum dan menyentuh wajah Ata perlahan."selalu tersenyum ya,seberat apapun itu,berjanji ya padaku" Angel kemudian bangkit dari tempat peraduannya dan berjalan pelan. "semoga kau tenang Angel" Ata berteriak ke arah Angel yang sudah menghilang dan menyatu dengan udara dan angin yang berhembus pelan menerpa wajah Ata pelan. "selalu ingat padaku 'Malaikat' ku." "Ata!" Teriak seseorang yang membuat Ata terkejut. "hei" sapa Ata pelan. "Ayo kita main" ajak Trisha. Ata menggenggam tangan Trisha ." Ayo"kata Ata semangat dan berjanji dalam hatinya.Kalian tahu apa?Tidak akan pernah menyerah dalam hidup ini.Seberat apapun itu.

Jumat, 25 Februari 2011

pilihan dalam hidup

ketika hidup ku harus memilih,..antara orang tua/pendidikan/sang pujaan hati...
disaat cinta harus dipertaruh kan untuk menuju masa depan,maka cinta ku harus berakhr krn tak dpt restu mu ibu,namun apalah daya....semua harus berakhir demi ibunda yang melahir kan.dan tuk buat na bahagia ....kini tugas ku hanya lah menjadi anak yg rus menuruti semua_na...tak apalah klo toch mank yang terbaek q ikhlas menerima semua na....maav kan Q HONEY,mungkin hanya lewat bloger q bsa mengucap kan kata maav...klo mank sang pencipta menakdirkan Qt bersatu,,maka Qt kan bertemu dimasa yang kan datang...
moga kamu dapat mengerti & bisa maavin q,
yang terbaek pasti kan mendapat jalan na meski itu sulit tp percaya lah sesulit apapun Qta menjalani na tp pasti kebahagiaan kan menempuh jalan na sendiri,...............
jemput lah kebahgiaan mu dan raihlah itu dengan senyuman......................................